Selasa, 27 September 2011

Amarah....

Dulu, aku orang yang bersifat pemarah. Aku tidak bisa meredam amarahku setiap hari.
Mamaku menyadari hal ini.
Untuk mengurangi rasa amarahku, Mama memberikanku sekantong paku dan mengatakan kepadaku agar aku memakukan paku itu ke pagar di belakang rumah tiap kali aku marah.
Hari pertama aku bisa memakukan 58 paku ke pagar belakang rumah. Namun secara bertahap jumlah itu berkurang. Aku menyadari bahwa lebih mudah menahan amarah ketimbang memaku paku ke pagar. Akihrnya aku bisa menahan dan mengendalikan amarah ku yang selama ini telah memburuku.
Aku memberitakukan hal ini kepada Mama.
Mamaku mengatakan agar aku mencabut satu paku di pagar setiap hari dimana aku tidak marah. Hari-hari berlalu dan tidak terasa paku-paku yang tertancap tadi telah aku cabut dan lepaskan semua. Aku memberitahukan hal ini kepada Mama bahwa semua paku telah aku cabut.
Mama pun tersenyum memandangku, dan ia menuntunku ke pagar. Dan berkata “Hmm, kamu telah berhasil dengan baik anakku, tapi, lihatlah lubang-lubang di pagar ini. Pagar ini tidak akan pernah bisa sama seperti sebelumnya. “Ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan. Kata-katamu meninggalkan bekas.”
Aku menyadari hal ini bahwa  setiap kali marah aku teringat pada orang yang aku dendam tersebut. Mama tambah berkata “Seperti lubang ini … di hati orang lain. Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang, lalu mencabut pisau itu … Tetapi tidak peduli beberapa kali kamu minta maaf, luka itu akan tetap ada …dan luka karena kata-kata adalah sama buruknya dengan luka fisik …”

Terima Kasih Mama, kini aku sudah mulai bisa mengendalikan amarahku dan semoga tidak ada lagi lubang-lubang yang tumbuh dihati orang lain hanya karena amarahku....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar